Penulis: Firman Syahyudin
Sudah
dimaklumi bagi orang yang berakal sehat bahwa ilmu memiliki keutamaan dan
keagungan. Keutamaannya melebihi ahli ibadah, apalagi dunia. Keutamaan bermakna
kelebihan. Artinya, ilmu memiliki kelebihan dibanding kekayaan bentuk lain. Kelebihan
mengindikasikan adanya kesempurnaan, dan kesempurnaan itulah yang menjadi
tujuan kelebihan alias keutamaan. Dengan demikian, kesempurnaan adalah target
yang harus dicapai setelah memperoleh kelebihan.
Ilmu
dan keutamaan adalah kesempurnaan. Sifatnya bukan relatif atau nisbi, tetapi
pasti. Kesempurnaan relatif adalah kesempurnaan yang masih bergantung kepada
unsur lain. Ia tidak bisa berdiri sendiri. Contohnya adalah gagahnya tentara
yang sedang menunggang kuda. Gagahnya karena ia menunggang kuda. Sedangkan kuda
sendiri keutamaannya tampak jika dibandingkan dengan keledai. Di sini keutamaan
tentara masih bergantung pada kuda, sedangkan keutamaan kuda bisa dilihat jika
sejajarkan dengan keledai. Contoh lain, warna hitam. Warna ini tampak memiliki
kesempurnaan bila melekat pada rambut, tetapi menjadi jelek alias tidak lagi
memiliki kesempurnaan jika menempel pada muka seseorang. Inilah yang disebut
kesempurnaan relatif.
Sedangkan
ilmu tidaklah demikian. Kesempurnaannya bersifat mutlak. Mengapa demikian?
Karena ilmu adalah sifat Allah dan malaikat. Dengan ilmu, malaikat dan
hamba-hamba Allah dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT secara sempurna.
Mendekatkan diri kepada Allah tidak terkait dengan tempat atau sarana-sarana
fisik yang lain, tetapi dengan sifat kesempurnaan ilmu itu sendiri. Itulah
sebabnya semakin banyak dan sempurna ilmu seseorang, maka semakin dekatlah ia
kepada Allah, sehingga semakin mensejajari derajat malaikat.
Dari
beberapa contoh di atas bisa ditarik pengertian bahwa gagahnya prajurit
penunggang kuda disebabkan kudanya, dan itu berarti kudalah yang mempunyai hak
kegagahan, sedangkan penunggangnya tidak. Prajurit tampak gagah karena ditopang
kegagahan kuda. Hal ini berbeda dengan kesempurnaan ilmu atau kesempurnaan
sebab ilmu. Ilmu sendiri memiliki kesempurnaan, di samping ia menjadi tanda
kesempurnaan manusia dan hewan. Kesempurnaan manusia dan hewan karena ilmu
bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkatan ilmu yang dikuasainya. Manusia yang
pintar lebih baik daripada manusia yang bodoh atau kurang pintar. Kuda yang
lincah lebih baik daripada kuda yang bodoh. Murid yang pandai akan menganggap
gurunyalah yang lebih utama daripada dirinya karena ilmu gurunya yang lebih
banyak. Bahkan, hewan pun bisa merasakan keutamaan ilmu. Buktinya jika melihat
manusia, apalagi orang alim, hewan menaruh hormat dan takut karena mengerti
bahwa manusia adalah makhluk yang cerdik-pandai. Kenyataan itu semakin
memperjelas perbedaan derajat manusia dengan hewan.
Dengan
demikian, keutamaan murid dan guru diukur dengan ilmu, bukan yang lain. Ilmu
adalah keutamaan. Ia menjadi unsur terpenting dalam memperoleh keutamaan. Maka,
mempelajari ilmu hakikatnya mencari keutamaan, mengajarkannya adalah
menyebarkan keutamaan, dan semuanya menjadi proses meraih keutamaan. Ilmulah
yang dapat menjelaskan tujuan hidup, baik yang bersifat keduniaan atau
keakhiratan, berdimensi agama atau dunia. Keduanya bisa dipahami dan disatukan
dengan ilmu. Norma agama tidak mungkin ada tanpa norma dunia. Adanya aturan
agama karena adanya kehidupan dunia, yang kemudian dunia diatur dengan agama.
Dunia adalah ladang akhirat, tempat menanam tanaman akhirat, yang buahnya
dipanen ketika hidup di akhirat. Dengan demikian, dunia bukanlah tujuan hidup
atau tempat tinggal abadi. Ia sekedar media penghubung yang menghubungkan
manusia dengan Allah, kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat. Tentu pemahaman
ini hanya untuk orang yang meyakininya.
Persoalan dunia tidak bisa diatasi dengan baik kecuali dengan kerja
yang disiplin, penguasaan ilmu sesuai dengan bidang yang sedang ditangani dan
terus-menerus mengembangkan profesinya, atau dengan kata lain, mengelola dunia
secara profesionalisme.
Mantap.. orang yang berilmu akan diangkat derajatnya.. semoga ilmu yang kita miliki bisa bermanfaat
BalasHapus