Penulis: Intan Retno Sri Wilujeng
Bissmillahirrohmannirrohim,
Assalamu’alaikum warahmatullah,
Rekans, perkenankan saya menceritakan sebuah cerita yang semoga kita bisa ambil hikmahnya.
Diceritakan bahwa seorang ayah sedang
mengajarkan arti sabar kepada anak laki-lakinya. Disuatu pagi, si anak
sedang marah karena keinginannya tidak dituruti oleh sang ibu.
Mengumpat, berteriak dan makian pun keluar karena si anak belum
mengetahui apa itu sabar. Sambil menangis si anak datang kepada sang
ayah dan menceritakan hal apa yg terjadi. Sang ayah hanya tersenyum
sambil mengambil sebuah paku dan palu, “Nak, tancapkan paku ini ke pagar
itu agar kemarahanmu berkurang”. Si anak melakukan perintah ayahnya
sambil bingung untuk tujuan apakah itu. Setelah menancapkan paku itu, si
anak kembali kepada sang ayah, sang ayah pun berkata “Nak, jika tiap
kali kau marah,tancapkanlah paku itu ke pagar, dan apabila amarahmu
telah hilang maka cabutlah paku tersebut.” Nampaknya si anak masih
bingung.
Sore harinya,ketika si anak telah lupa
dengan apa yg terjadi dengan amarahnya, si anak datang kembali dan
menanyakan apa yg ayahnya maksud dengan paku-paku tersebut. Sang ayah
berkata” Nak, nampaknya amarahmu telah hilang, maka cabutlah paku itu”.
Sambil berusaha mencabut dalamnya tancapan paku itu sang ayah menasehati
“ lihatlah paku itu, betapa dalam dan lebar bukan? Sama seperti ketika
kau marah. Tanpa kau sadari kau pun telah menancapkan paku pada hati
seseorang. Kata-kata yg keluar dari mulutmu ketika kau marah laksana
paku yang tajam. Meskipun kau cabut paku itu tapi tetap meninggalkan
bekas dan lubang yg dalam. Sekalipun kau meminta maaf, pasti hati yg
telah kau lukai masih tersisa bekas lukanya. Untuk itu, sebelum kau
menancapkan paku tahanlah dulu. Sebelum kata-kata tajam itu keluar
tahanlah dulu. Ingatlah bekas luka yg mungkin tak bisa hilang.”
Rekans, dari sedikit cerita diatas kita
bisa memahami apa arti dari menahan kesabaran. Sabar bukan semata-mata
berpengertian “NRIMO”, ketidakmampuan dan identik dengan ketertindasan.
Sabar sesungguhnya lebih berteekan kepada pengalahan hawa nafsu yg
terdapat dalam jiwa. Nafsu untuk tidur dan bersantai-santai dirumah
telah berhasil kita kalahkan dengan semangat bekerja, itu terhitung
sabar dalam berjihad. Justru ketika kita menuruti untuk berdiam diri
itulah. Sesungguhnya ia belum dikatakan sabar.
Kemudian bagaimana dengan menahan diri
dari mengeluh, emosi, gundah dan galau yang tidak terarah? Maka,
ingatlah sabar yg disebutkan dalam Al-Qur’an:
- “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” QS.2: 153
- Larangan isti’ja l(tergesa-gesa/ tidak sabar), sebagaimana yang Allah firmankan (QS. Al-Ahqaf/ 46: 35): “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…”
- Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana yang terdapat dalam QS. 2: 177: “…dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.”
- Allah SWT akan mencintai orang-orang yang sabar. Dalam surat Ali Imran (3: 146) Allah SWT berfirman : “Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.”
Ayat-ayat lainnya yang serupa mengenai
perintah untuk bersabar sangat banyak terdapat dalam Al-Qur’an.
Diantaranya adalah dalam QS.3: 200, 16: 127, 8: 46, 10:109, 11: 115 dsb.
Nah, Rekans semoga setelah membaca
tulisan saya ini, makin bertambah stok sabar yang kita miliki. Sekelumit
sketsa mengenai kesabaran. Pada intinya, bahwa sabar mereupakan salah
satu sifat dan karakter orang mu’min, yang sesungguhnya sifat ini dapat
dimiliki oleh setiap insan. Karena pada dasarnya manusia memiliki
potensi untuk mengembangkan sikap sabar ini dalam hidupnya.
Sabar tidak identik dengan kepasrahan dan
menyerah pada kondisi yang ada, atau identik dengan keterdzoliman.
Justru sabar adalah sebuah sikap aktif, untuk merubah kondisi yang ada,
sehingga dapat menjadi lebih baik dan baik lagi. Oleh karena itulah,
marilah secara bersama kita berusaha untuk menggapai sikap ini. Insya
Allah, Allah akan memberikan jalan bagi hamba-hamba-Nya yang berusaha di
jalan-Nya.
Wallhohu a’lam
Wassalamualaikum warohmatulloh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar