Penulis: Syah Yannuar Ariefandi
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera dan semangat selalu.
Saya bukan seorang penulis, pengarang, apalagi seorang motivator. Saya
hanya ingin berbagi cerita tentang pengalaman saya yang saya alami dan
saya rasakan melalui tulisan ini. Cerita ini berawal ketika saya lulus
dari sekolah menengah awal (SMA). Saya melanjutkan untuk menuntut ilmu
di perguruan tinggi negeri Jember. Pada semester dua (2) saya berkuliah,
saya mendengar ada pengumuman tentang penerimaan calon Brigadir Polisi
se-Jawa Timur. Saya bertekad untuk mendaftarkan diri untuk mengikuti tes
tersebut. Saya berangkat dengn mengantongi tekad, semangat, dan doa
restu dari kedua orang tua. Tidak disangka-sangka saya lulus tahap demi
tahap tes tersebut hingga saya sampai tes terakhir yang disebut sebagai
tes “pantukir”.
Saya bisa sampai pada tes terakhir bukan
dengan mudah begitu saja, saya harus mengorbankan kuliah saya di
perguruan tinggi dengan tidak mengikuti ujian akhir semester, karena
disengaja atau hanya kebetulan saja setiap saya menjalani tes calon
Brigadir selalu saja bersamaan dengan jadwal saya ujian akhir semester.
Namun hasilnya apa? Saya dinyatakan tidak lulus pada tes terakhir calon
Brigadir Polisi. Dengan hati yang kacau saya mendengar ucapan pernyataan
itu, dan penuh dengan pertanyaan di kepala saya. Bagaimana saya bisa
tidak lulus tes Brigadir ini?padahal saya masuk dalam daftar 10 besar
nilai terbaik peserta tes. Hal itu sangat membuat saya kecewa setelah
semua pengorbanan yang sudah saya lakukan. Saya tidak sanggup melihat
kedua orang tua saya menangis mengetahui bahwa saya telah gugur dalam
tes tersebut, dan saya sempat marah kepada Tuhan serta mempertanyakan
keadilan yang dia janjikan.
Saya merasa sangat terpukul dengan
kenyataan yang telh Tuhan buat atas diri saya. Saya semakin stress
ketika saya mengetahui bahwa saya masuk dalam daftar DO di fakultas
tempat saya menuntut ilmu. Saya harus berjuang mati-matian selama satu
semester untuk mendapatkan nilai yang sangat baik agar dapat lolos dari
daftar DO. Rasanya Tuhan sangat tidak adil terhadap saya!! Namun seiring
berjalannya waktu, saya sadar dan sangat menyesal karena sempat marah
kepada Tuhan dan telah meragukan keadilannya terhadap umatnya. Saya
mulai mencoba untuk mengikhlaskan semua yang telah terjadi dan kembali
ke jalannya. Saya menyadari mungkin saya belum siap dengan apa yang
ingin saya raih dan Tuhan mungkin memiliki rencana lain yang lebih baik
lagi.
Dengan mengucap syukur, alhamdulillah,
saya lolos dari daftar DO, dan dapat menyelesikan kuliah saya walaupun
harus saya tempuh dengan susah payah. Dua minggu setelah saya dinyatakan
sebagai Sarjana, seorang sahabat lama saya mengirimkan sebuah pesan
singkat yang masuk ke handphone saya. Dia mengatakan bahwa di tempat dia
bekerja sedang ada lowongan pekerjaan. Dengan “bondo nekat” saya
mengirimkan lamaran pekerjaan saya dengan hanya melampirkan transkrip
nilai terakhir, mengingat saya belum di Wisuda. Tidak disangka saya
mendapatkan panggilan Interview terkait lamaran pekerjaan tersebut.
Dalam pikiran saya sudah tertanam bahwa pasti akan ada banyak
pertanyaan-pertanyaan rumit dalam proses Interview nanti. Sangat jauh
dari apa yang saya bayangkan, proses Interview yang saya lakukan hanya
berdurasi tidak lebih dari 5 (lima) menit saja. Dalam hati saya
bergumam, “iki Interview opo yo kok aneh?”.
Seminggu setelah saya melakukan
Interview, kembali saya mendapatkan panggilan untuk melakukan psikotest,
dan seminggu setelahnya saya menerima pesan singkat yang isinya
menyatakan bahwa saya di harapkan untuk hadir untuk mengikuti training
dan interview akhir di perusahaan tempat saya melamar pekerjaan. Saya
senang bukan main menerima pesan singkat tersebut dan segera
memberitahukan kepada kedua orang tua saya, bahwa saya telah diterima
bekerja. Saya mengucap puji syukur sebanyak-banyaknya karena saya telah
diberikan kemudahan dalam mencari pekerjaan, mengingat banyak sekali
sarjana yang sudah lulus lebih lama dari saya belum bekerja.
Dari pengalaman saya ini, saya menyadari
bahwa Tuhan selalu memiliki rencana yang terbaik bagi umatnya. Kegagalan
yang kita alami bukan semata-mata karena Tuhan tidak adil dan tidak
menyayangi kita. Mungkin kita belum siap untuk menerima apa yang kita
cita-citakan saat itu, dan tuhan lebih Tahu apa yang dibutuhkan oleh
umatnya, bukan apa yang diinginkan oleh umatnya. Tuhan itu maha adil,
tidak ada alasan bagi kita untuk meragukan keadilan yang Tuhan berikan
bagi kita. Tidak ada yang tidak mungkin apabila kita mau berusaha dan
selalu berdoa. Selalu ada kesempatan bagi kita untuk meraih cita-cita,
karena sebetulnya kita sendiri yang menciptakan kesempatan itu.
Wassalam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar